Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tim Ekspedisi Patriot Kementerian Transmigrasi Gelar FGD Desain Pengembangan Komoditas Unggulan di Ueesi

Rabu, 12 November 2025 | November 12, 2025 WIB Last Updated 2025-11-13T04:08:50Z

Tim ekspedisi patriot Kementerian Transmigrasi. Foto (istimewa) 

Kolaka Timur, Koltimnews.com -
10 November 2025 — Tim Ekspedisi Patriot Transmigrasi Lokus Uluiwoi Output 2 sukses menyelenggarakan kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Desain Pengembangan Komoditas Unggulan” di Kecamatan Ueesi, Kabupaten Kolaka Timur.


Kecamatan Ueesi merupakan salah satu Kecamatan dari "Kawasan Transmigrasi Uluiwoi" yang pada saat ini merupakan SKP A (Satuan Kawasan Pengembangan) atau kecamatan yang menjadi prioritas untuk perencanaan kawasan transmigrasi


Acara ini turut mengundang Kepala Dinas Transmigrasi Kabupaten Kolaka Timur, Camat Ueesi, Camat Uluiwoi, seluruh aparat desa dari dua kecamatan, serta perwakilan petani dari berbagai desa di wilayah tersebut.


FGD ini menghadirkan Dr. Ir. S. Rosalinda, ST., MP sebagai narasumber utama yang memberikan materi mendalam mengenai budidaya dan pengolahan minyak nilam—komoditas yang dinilai berpotensi besar untuk menjadi unggulan wilayah transmigrasi Ueesi dan Uluiwoi.


Dalam diskusi tersebut, berbagai isu dan tantangan budidaya nilam di lapangan menjadi sorotan. Camat Ueesi, Pak Said, mengungkapkan bahwa sebagian besar petani masih mengandalkan firasat dalam menentukan waktu panen nilam. “Nilam biasanya dipanen pada umur empat hingga enam bulan tergantung besar kecilnya tanaman. Namun perlakuan pascapanen umumnya sama,” ujarnya.


Bu Rosalinda menambahkan pentingnya metode pemotongan saat panen dibanding pencabutan untuk menjaga efisiensi budidaya. “Pertumbuhan nilam lebih cepat jika dipanen dengan metode pemotongan karena akar tetap tertinggal di tanah dan bisa tumbuh kembali,” jelasnya. Ia juga menyampaikan bahwa panen terbaik dilakukan saat usia tanaman 5–6 bulan, di mana kadar patchouli alcohol dalam minyak dapat mencapai 30% atau lebih.


Para petani di wilayah Ueesi dan Uluiwoi juga mengungkapkan kendala lain seperti keterbatasan pupuk, serangan hama sapi, serta sulitnya mengakses tempat penyulingan yang sering kali memerlukan waktu tunggu hingga berbulan-bulan. Berdasarkan pemaparan narasumber, proses penyulingan ideal dilakukan pada suhu 100°C selama 6–8 jam dengan menjaga kadar air daun kering sekitar 15–20%.


Selain itu, penyimpanan minyak nilam menjadi perhatian penting. Rosalinda menekankan agar petani tidak lagi menggunakan jerigen plastik karena dapat mengubah aroma minyak. “Penyimpanan sebaiknya menggunakan wadah stainless steel atau aluminium food grade agar mutu tetap terjaga,” ujarnya.


Di sisi pemasaran, sebagian besar petani masih bergantung pada tengkulak dengan harga yang ditentukan sepihak. Padahal, hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa minyak nilam asal Desa Ueesi telah memenuhi standar ekspor, dengan kadar patchouli alcohol mencapai 32,53%. Narasumber pun mendorong pelatihan penjualan daring agar petani bisa memotong rantai distribusi dan memperoleh harga jual lebih baik.


Melalui kegiatan ini, para peserta sepakat bahwa penguatan sektor nilam membutuhkan pendampingan teknis berkelanjutan, mulai dari pelatihan penyulingan hingga pengenalan standar mutu seperti SNI dan ISO. Para petani juga berharap adanya dukungan pemerintah berupa pupuk subsidi, alat identifikasi minyak, serta program pelatihan pemasaran digital.


FGD ini menjadi langkah awal dalam merancang arah pengembangan komoditas unggulan berbasis potensi lokal di wilayah transmigrasi. Diharapkan, hasil diskusi ini mampu menjadi bahan rekomendasi strategis bagi pemerintah daerah dalam membangun ekonomi nilam yang berkelanjutan dan berdaya saing ekspor.

×
Berita Terbaru Update