Foto : Rama Sultan (Ketum Gema Pembebasan Kolaka)
Oleh : Rama Sultan
(Ketua Gema Pembebasan Daerah Kolaka)
Sebuah ledakan yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3/2021), yang menjatuhkan korban sekitar 14 orang luka-luka, membuat gempar masyarakat Indonesia. Kejadian tersebut menyebar dengan begitu cepat melalui media dan media sosial, masyarakat mengecam. Begitu pula sikap Presiden Joko Widodo yang mengutuk keras aksi terorisme ini.
Mengenai peristiwa bom bunuh diri ini banyak dugaan-dugaan yang bermunculan, kemudian dengan mengaitkan kejadian ini dengan kelompok-kelompok ekstrimisme dan kelompok radikal. Pihak aparat berusaha kembali mencari jaringan-jaringan yang terduka jaringan ekstrimisme dan radikalis, dari fakta peristiwa ledakan bom dan cenderung menyasar suatu ajaran tertentu.
Selepas meledaknya bom bunuh diri di Makassar, polisi menangkap empat orang yang diduga terlibat aksi bom bunuh diri didepan Gereja Katedral Makassar, sebagaimana Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo mengonfirmasi bahwa empat orang yang ditangkap tersebut berada di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Wacana War On Terorisme kembali digaungkan, yang berapa tahun belakangan ini meredup, untuk memberantas dan melawan aksi-aksi teror. Wacana War On Terorisme tentunya tidak terlepas dari kondisi perpolitikan dunia. Direktur el-Harokah Research Center (HRC) Achmad Fathoni juga turut menanggapi peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Makassar.
“tentunya adanya isu terorisme di negeri kita Indonesia ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan kondisi perpolitikan dunia” ujarnya dalam acara Kabar Malam: Menyikapi Teror Bom di Makassar, Senin (29/3/2021).
Ketika menarik kembali kepada history sejarah, awal mula ide perang melawan Teror tercipta setelah serangan New York, dengan peristiwa penabrakan pesawat ke gedung WTC pada tanggal 11-september-2001, yang menuduh dalang dari serangan tersebut adalah Afghanistan. Akibat dari serangan tersebut adalah invasi dan pendudukan negara yang tertuduh.
Di Indonesia untuk terorisme sendiri hingga saat ini merupakan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2018 Indonesia telah mengatur dengan jelas sanksi tegas terhadap pelaku terorisme itu sendiri, “setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6, s/d pasal 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.”
Maka kejadian bom bunuh diri yang terjadi di Makassar sudah seharusnya semua pihak mendorong kepolisian untuk membongkar apa yang menjadi motif dan siapa pelaku sebenarnya secara jujur kepada publik, agar isu ini kemudian tidak menjadi bola liar yang digiring untuk menyudutkan suatu ajaran tertentu, apalagi dengan mengaitkan aksi bom bunuh diri ini dengan tendensius kepada agama islam dan ajarannya.
Hal ini juga telah ditegaskan dengan pernyataan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo, menyampaikan keberatan jika Agama Islam sering kali dikaitkan dengan aksi terorisme “jadi saya sampaikan bahwa dari kemarin bahwa tidak ada agama manapun yang mengajarkan mengenai hal-hal yang sifatnya terorisme dan intoleransi”. Tegasnya (okezone).
Maka segala bentuk opini yang dibentuk oleh kelompok Buzzer bayaran dan Profokatif untuk mengaitkan aksi terorisme dengan agama Islam adalah bentuk upaya pecah-belah terhadap masyarakat Indonesia dan bagian daripada opini yang harus di kritisi.
Sebab di agama manapun tidak membenarkan aksi terorisme apalagi sampai menghilangkan nyawa manusia. Dalam Islam telah ditegaskan apabila seseorang membunuh orang lain tanpa alasan yang benar, maka pada hakikatnya dia telah membunuh manusia- manusia yang tidak berdosa.
“barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al-Maidah:32)
Dari itu kejadian bom bunuh diri yang terjadi di Makassar perbuatannya wajib mendapat kecaman dan kutukan. Dan segala perbuatan dan tindakan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tanpa dasar sudah sepatutnya mendapatkan kecaman dan kutukan, bukannya hanya pada aksi teror, termasuk juga hilangnya nyawa 6 laskar FPI akibat penembakan, hilangnya nyawa aparat oleh gerakan separatis radikal OPM, bahkan hilangnya nyawa masyarakat karena kelaparan yang disebabkan mega korupsi dari pemangku jabatan wajib kita kecam dan kutuk bersama.
Dan agar tetap mengawal dan mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada permasalahan utama negara yang terjadi ditengah-tengah masyarakat hari ini, sehingga jangan sampai peristiwa bom bunuh diri dimanfaatkan dengan adanya upaya “diverssion of public issues”.
Dengan 1 ledakan ini akan mengalihkan kita pada permasalahan, wacana impor beras, penyelesaian kasus penembakan 6 laskar FPI, mega korupsi dana bansos, utang luar negeri yang semakin bertambah, pada akhir januari 2021 tercatat US$ 420,7 miliar atau setara dengan Rp 6.058 triliun. Karena nanti hal ini akan menimbulkan dampak Public Distrust.
Oleh karenanya peristiwa ini jangan sampai mebuat kita kehilangan fokus, khususnya pemerintah jangan larut dalam opini sesat dengan mengaitkan aksi teror dengan mendiskreditkan agama islam yang menjadi agama mayoritas dinegeri ini terlebih lagi pada isu radikalisme yang tidak memiliki standar yang jelas, harusnya pemerintah fokus untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul akibat dari pada penerapan sekularisme dan kapitalisme yang telah mencengkaram negeri ini yang berdampak di semua aspek kehidupan.
Wallahu’alam Bisshawab